Saturday, November 1, 2008

Kebijakan Antisipatif di Tengah Kondisi Perekonomian Global Saat Ini

Kebijakan Antisipatif di Tengah Kondisi Perekonomian Global Saat Ini

Sumber Bank Indonesia

Hari ini, 14 Oktober 2008, Dewan Gubernur Bank Indonesia melakukan konperensi pers untuk mengumumkan kebijakan yang akan ditempuh untuk menjaga kecukupan likuiditas valuta asing dan rupiah di dalam negeri. Dalam konperensi pers yang dilakukan di Gedung Thamrin lantai 1 Bank Indonesia Jakarta, Gubernur Bank Indonesia Boediono didampingi Miranda S. Goeltom, Siti Ch. Fadjrijah, dan Budi Mulya.


Di hadapan para wartawan media massa, disampaikan bahwa BI akan memperpanjang tenor FX Swap dari paling lama 7 hari menjadi sampai 1 bulan. Langkah ini ditempuh untuk memenuhi permintaan valuta USD yang sifatnya temporer sehingga memberi waktu penyesuaian yang cukup bagi bank/pelaku pasar sebelum benar-benar melakukan penyesuaian komposisi portfolio-nya. BI juga akan menyediakan pasokan valuta asing bagi perusahaan domestik melalui perbankan, untuk meningkatkan kepastian pemenuhan kebutuhan valuta asing perusahaan domestik. Kedua kebijakan ini berlaku sejak 15 Oktober 2008.

Untuk menambah ketersediaan likuiditas valuta USD yang dapat digunakan bank dalam bertransaksi dengan nasabahnya, rasio GWM valuta asing untuk bank umum konvensional dan syariah akan diturunkan dari 3,0% menjadi 1,0%. Ketentuan pasal 4 PBI No. 7/1/PBI/2005 tentang batasan posisi saldo harian Pinjaman Luar Negeri jangka pendek juga akan dicabut, dengan meniadakan batasan posisi saldo harian Pinjaman Luar Negeri jangka pendek. Langkah ini diharapkan akan mengurangi tekanan pembelian USD, yang disebabkan pengalihan rekening rupiah ke valuta asing oleh nasabah asing. Kedua kebijakan ini berlaku sejak 13 Oktober 2008. Selanjutnya, mulai tanggal 24 Oktober 2008, BI akan melakukan penyederhanaan perhitungan GWM rupiah menjadi hanya dalam bentuk statutory reserves sebesar 7,5% dari DPK. Dengan demikian likuiditas rupiah dalam sistem perbankan menjadi lebih memadai.

Sehari sebelumnya (13/10/8), juga dalam rangka melakukan langkah koordinasi antisipatif menghadapi kondisi keuangan global saat ini, Departemen Keuangan mengumumkan 2 Peraturan Pengganti UU (Perpu) mengenai BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Terkait BI, Perpu ini mengatur tentang perluasan jenis aset bank yang dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dari BI. Aset yang menjadi agunan diperluas, sehingga aset kredit dengan kolektibilitas lancar dapat digunakan sebagai agunan. Sedangkan terkait LPS, Perpu ini menetapkan penambahan kriteria yang dapat digunakan untuk mengubah nilai simpanan yang dijamin LPS. Sebagai tindak lanjutnya, simpanan yang dijamin LPS diubah menjadi Rp 2 miliar untuk setiap nasabah dalam satu bank.

Ampuhkah kebijakan Pemerintah dalam mengantisipasi Perekonomian Indonesia  di Tengah Kondisi Perekonomian Global Saat Ini?

No comments: