Tuesday, August 5, 2008

MAHALNYA SEBUAH KARIR

MAHALNYA SEBUAH KARIR




Untuk para Orang Tua khususnya…Umumnya bagi Semua

Semoga Bermanfaat…



> Saya seorang ibu dengan 2 orang anak , mantan
> direktur sebuah Perusahaan multinasional. Mungkin anda
> termasuk orang yang menganggap saya orang yang
> berhasil dalam karir namun sungguh jika seandainya
> saya boleh memilih maka saya akan berkata kalau
> lebih baik saya tidak seperti sekarang dan
> menganggap apa yang saya raih sungguh sia-sia.
>
> Semuanya berawal ketika putri saya satu-satunya yang
> berusia 19 tahun baru saja meninggal karena overdosis
> narkotika. Sungguh hidup saya hancur berantakan karenanya,
> suami saya saat ini masih terbaring di rumah sakit
> karena terkena stroke dan mengalami kelumpuhan
> karena memikirkan musibah ini.
>
> Putera saya satu-satunya juga sempat mengalami
> depresi berat dan Sekarang masih dalam perawatan
> intensif sebuah klinik kejiwaan, dia juga merasa
> sangat terpukul dengan kepergian adiknya. Sungguh
> apa lagi yang bisa saya harapkan.
>
> Kepergian Maya dikarenakan dia begitu guncang dengan
> kepergian Bik Inah pembantu kami.
>
> Hingga dia terjerumus dalam pemakaian Narkoba.
>
> Mungkin terdengar aneh kepergian seorang pembantu
> bisa membawa dampak Begitu hebat pada putri kami.
>
> Harus saya akui bahwa bik Inah sudah seperti
> keluarga bagi kami, dia telah ikut bersama kami
> sejak 20 tahun yang lalu dan ketika Doni berumur 2
> tahun.
>
> Bahkan bagi Maya dan Doni, bik Inah sudah seperti
> ibu kandungnya sendiri.
>
> Ini semua saya ketahui dari buku harian Maya yang
> saya baca setelah dia meninggal.
>
> Maya begitu cemas dengan sakitnya bik Inah,
> berlembar-lembar buku hariannya berisi hal ini.
>
> Dan ketika saya sakit (saya pernah sakit karena
> kelelahan dan diopname di rumah sakit selama
> 3 minggu)
>
> Maya hanya menulis singkat sebuah kalimat di buku
> hariannya "Hari ini Mama sakit di Rumah sakit",
> hanya itu saja.
>
> Sungguh hal ini menjadikan saya semakin terpukul.
>
> Tapi saya akui ini semua karena kesalahan saya.
>
> Begitu sedikitnya waktu saya untuk Doni, Maya dan
> Suami saya.
>
> Waktu saya habis di kantor, otak saya lebih banyak
> berpikir tentang keadaan perusahaan dari pada
> keadaan mereka.
>
> Berangkat jam 07:00 dan pulang di rumah 12 jam
> kemudian, bahkan mungkin lebih.
>
> Ketika sudah sampai rumah rasanya sudah begitu capai
> untuk memikirkan urusan mereka.
>
> Memang setiap hari libur kami gunakan untuk acara
> keluarga, namun sepertinya itu hanya seremonial dan
> rutinitas saja, ketika hari Senin tiba saya dan suami
> sudah seperti "robot" yang terprogram untuk urusan
> kantor.
>
> Sebenarnya ibu saya sudah berkali-kali mengingatkan
> saya untuk berhenti bekerja sejak Doni masuk SMA
> namun selalu saya tolak, saya anggap ibu
> terlalu kuno cara berpikirnya.
> Memang Ibu saya memutuskan berhenti bekerja dan
> memilih membesarkan kami 6 orang anaknya.
>
> Padahal sebagai seorang sarjana eko nomi karir ibu
> waktu itu katanya sangat baik.
>
> Dan ayahpun ketika itu juga biasa-biasa saja dari
> segi karir dan penghasilan.
>
> Meski jujur saya pernah berpikir untuk memutuskan
> berhenti bekerja dan mau mengurus Doni dan Maya,
> namun selalu saja perasaan bagaimana kebutuhan
> hidup bisa terpenuhi kalau berhenti bekerja, dan
> lalu apa gunanya saya s eko lah tinggi-tinggi? .
>
>
> Meski sebenarnya suami saya juga seorangyang cukup
> mapan dalam karirnya dan penghasilan.
>
> Dan biasanya setelah ada nasehat ibu saya menjadi
> lebih perhatian pada Doni dan Maya namun tidak
> lebih dari dua minggu semuanya kembali seperti
> asal urusan kantor dan karir fokus saya.
>
> Dan kembali saya menganggap saya masih bisa membagi
> waktu untuk mereka, toh teman yang lain di kantor
> juga bisa dan ungkapan "kualitas pertemuan
> dengan anak lebih penting dari kuantitas" selalu
> menjadi patokan saya.
>
> Sampai akhirnya semua terjadi dan diluar kendali
> saya dan berjalan begitu cepat sebelum saya
> sempat tersadar.
>
> Maya berubah dari anak yang begitu manis menjadi
> pemakai Narkoba.
>
> Dan saya tidak mengetahuinya! !! Sebuah sindiran dan
> protes Maya saat ini selalu terngiang di telinga.
>
> Waktu itu bik Inah pernah memohon untuk berhenti
> bekerja dan memutuskan kembali ke desa untuk
> membesarkan Bagas, putera satu-satunya, setelah dia
> ditinggal mati suaminya .. Namun karena Maya dan
> Doni keberatan maka akhirnya kami putuskan agar
> Bagas dibawa tinggal bersama kami.
>
> Pengorbanan bik Inah buat Bagas ini sangat
> dibanggakan Maya. Namun sindiran Maya tidak
> begitu saya perhatikan. Akhirnya semua terjadi ,
> setelah tiba-tiba jatuh sakit kurang lebih dua
> minggu, bik Inah meninggal dunia di Rumah Sakit.
>
> Dari buku harian Maya saya juga baru tahu kenapa
> Doni malah pergi dari rumah ketika bik Inah di
> Rumah Sakit.
>
> Memang Doni pernah memohon pada ayahnya agar bik
> Inah dibawa ke Singapore untuk berobat setelah
> dokter di sini mengatakan bahwa bik Inah sudah masuk
> stadium 4 kankernya.
>
> Dan usul Doni kami tolak hingga dia begitu marah
> pada kami. Dari sini saya kini tahu betapa berartinya
> bik Inah buat mereka, sudah seperti ibu
> kandungnya!
> menggantikan tempat saya yang seolah hanya bertugas
> melahirkan mereka saja ke dunia.
>
> Tragis !
>
> Dan sebuah foto "keluarga" di dinding kamar Maya
> sering saya amati Kalau lagi kangen dengannya.
> Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga ke desa
> bik Inah.
>
> Atas desakan Maya kami sekeluarga menghadiri acara
> pengangkatan Bagas sebagai kepala s eko lah madrasah
> setelah dia selesai kuliah dan belajar di pesantren.
>
> Dan Doni pun begitu bersemangat untuk hadir di acara
> itu padahal dia paling susah untuk diajak ke acara
> serupa di kantor saya atau ayahnya.
>
> Dan difoto "keluarga" itu tampak bik Inah, Bagas,
> Doni dan Maya tersenyum bersama.
>
> Tak pernah kami lihat Maya begitu senang seperti
> saat itu dan seingat saya itulah foto terakhirnya.
>
> Setelah bik Inah meninggal Maya begitu terguncang
> dan shock, kami sempat merisaukannya dan membawanya
> ke psikolog ternama di Jakarta .
>
> Namun sebatas itu yang kami lakukan setelah itu saya
> kembali berkutat dengan urusan kantor.
>
> Dan di halaman buku harian Maya penyesalan dan air
> mata tercurah.
>
> Maya menulis :
> "Ya Tuhan kenapa bik Inah meninggalkan Maya, terus
> siapa yang bangunin Maya, siapa yang nyiapin sarapan Maya,
> siapa yang nyambut Maya kalau pulang s eko lah, Siapa yang
> ngingetin Maya buat berdoa, siapa yang Maya cerita kalau
> lagi kesel di s eko lah, siapa yang nemenin Maya kalo nggak
> bisa tidur....... ...Ya Tuhan , Maya kangen banget sama
> bik Inah" bukankah itu seharusnya tugas saya sebagai ibunya,
> bukan bik Inah ?
>
> berikut adalah sebuah kisah nyata yang dicurahkan dalam sebuah web. entah
> benar atau tidak tapi kebenaran "benang merahnya" bisa terjadi. buka
> (juga) berarti saya menggurui pembaca, tapi derajat yang paling rendah
> dari "mengingatkan"
> Sungguh hancur hati saya membaca itu semua, namun
> semuanya sudah terlambat tidak mungkin bisa kembali,
> seandainya semua bisa berputar kebelakang saya rela
> berkorban apa saja untuk itu.
>
> Kadang saya merenung sepertinya ini hanya cerita
> sinetron di TV dan saya pemeran utamanya. Namun saya
> tersadar ini real dan kenyataan yang terjadi.
>
> Sungguh saya menulis ini bukan berniat untuk
> menggurui siapapun tapi sekedar pengurang sesal saya
> semoga ada yang bisa mengambil pelajaran
> darinya.
>
> Biarkan saya yang merasakan musibah ini karena
> sungguh tiada terbayang beratnya.
>
> Semoga siapapun yang membaca tulisan ini bisa
> menentukan "prioritas hidup dan tidak salah dalam
> memilihnya". Biarkan saya seorang yang mengalaminya.
>
> Saat ini saya sedang mengikuti program konseling/therapy
> untuk menentramkan hati saya.
>
> Berkat dorongan seorang teman saya beranikan tulis
> ini semua.
>
> Saya tidak ingin tulisan ini sebagai tempat penebus
> kesalahan saya, karena itu tidak mungkin! Dan bukan
> pula untuk memaksa anda mempercayainya, tapi
> inilah faktanya.
>
> Hanya semoga ada yang memetik manfaatnya.
>
> Dan saya berjanji untuk mengabdikan sisa umur saya
> untuk suami dan Doni.
>
> Dan semoga Tuhan mengampuni saya yang telah
> menyia-nyiakan amanahNya pada saya.
>
> Dan disetiap berdoa saya selalu memohon "YA Tuhan
> seandainya Engkau akan menghukum Maya karena kesalahannya,
> sungguh tangguhkanlah Ya Tuhan, biar saya yang menggantikan
> tempatnya kelak, biarkan buah hatiku tentram di sisiMu".
>
> Semoga Tuhan mengabulkan doa saya.


Dikirim oleh: Ir. Ruslan Wardana

No comments: